Persepsi yang Sama Perlancar Kegiatan Migas

By Admin


nusakini.com - Kegiatan usaha hulu migas bersentuhan dengan pengurusan perizinan. Pemanfaatan lahan didarat mapun di laut mengharuskan perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) mengantongi izin tertentu sebelum melaksanakan kegiatan opeasinya, baik eksplorasi ataupun eksploitasi. Pengurusan perizinan tersebut menyimpan tantangan tersendiri bagi Kontraktor KKS, mulai dari banyaknya izin yang harus diurus hingga waktu pengurusan yang begitu lama. 

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), total ada 341 izin yang harus dikantongi Kontraktor KKS untuk melaksanakan kegiatan operasinya. Izin tersebut dibutuhkan untuk lima fase kegiatan, yakni survei awal, eksplorasi, pengembangan, produksi dan pasca produksi. Proses pengirisan perizinan tersebar di 17 instansi. 

Belum dikantonginya izin tertentu tidak jarang membuat pelaksanaan kegiatan yang sudah disusun KKKS tidak berjalan sesuai rencanan. Padahal KKKS dihadapkan pada target-target yang harus dipenuhi, seperti pemenuhan komitmen pasti untuk KKKS eksplorasi dan pencapaian target produksi migas bagi KKKS eksploitasi. 

Diungkapkan Kepala Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas, Didik Sasono Setyadi fakta di Indonesia 70 persen lahannya merupakan kawasan hutan yang terbagi dalam tiga jenis, yakni hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Khusus hutan konservasi ditetapkan kegiatan usaha dalam bentuk apapun tidak boleh dilakukan di kawasan ini. 

Permasalahnnya, banyak blok migas yang sudah ditandatangani ternyata masuk dalam wilayah hutan konservasi. Selain itu, banyak blok migas yanga berada di kawasan hutan produksi yang “tidak bertuan”. 

Situasi ini memunculkan permasalahan walaupun kegiatan migas pada dasarnya boleh dilakukan di kawasan tersebut. Pemegan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) biasanya tidak akan mudahmelepas lahan yang dibutuhkan untuk kegiatan migas.

Dilematis permasalahan tersebut, karena sebuah blok migas saat dilelang belum diketahui kondisi riilnya dilapangan. Pemenang tender atau Kontraktor KKS baru mengetahui ketika turun ke wilayah kerja yang dimenangkannya. Para Kontraktor KKS akhirnya harus mengurai  

permasalahan tersebut guna memperlancar kegiatan eksplorasi nya, yang ternyata memakan waktu lama dan biaya. Harusnya perlu ada mekanisme konsultasi oleh kementrian ESDM ke instansi pemerintah lainnya dan pemerintah daerah. Sehingga kondisi blok yang dilelang secara jelas dan detail diketahui status hukum dan administrasinya.

Solusi apa yang dibutuhkan untuk mengatasi kendala yang ada, agar perizinan tidak menjadi pengganjal langkah industri migas yang memegang peran vital dan strategis di Indonesia?. Tak lain adalah sinergi dan komunikasi stakeholder. Sosialisasi kegiatan usaha hulu migas yang tiada henti pada pemangku kebijakan daerah. Memastikan stakeholder memahami bahwa industri hulu migas sebenarnya kegiatan yang dilakukan oleh negara. Stakeholder menyadari sepenuhnya Kontraktor KKS sebagai perusahaaan swasta yang masuk kedaerah mereka ditunjuk untuk menjalankan tugas negara.Dimana segala pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas murni berada di tangan pemerintah Indonesia. 

Namun terkadang, pemahaman yang kurang utuh mengenai industri hulu migas membuat sinergi yang berusaha dibangun sektor migas dengan kalangan eksternal belum sesuai harapan. SKK Migas terus melakukan pendekatan dan edukasi ke masyarakat dan pemangku kepentingan daerah. Tujuannya hanya satu, untuk menyamakan presepsi tentang aktivitas di hulu migas mulai permukan hingga inti.

Solusi terbaik yakni membenahi konsep dasar tentang perizinan di industri hulu migas. Butuh kecakapan untuk melihat dan memahami seluruh aturan dan regulasi yang berlaku serta menghubungkan undang-undang yang satu dengan lainnya. Apa bila dicermati peraturan tersebut satu dengan yang lain sebenarnya saling berkaitan. Jadi semua harus dipahami secarakeseluruhan, jangan hanya sebagian saja. Acuan yang paling mudah sebenarnya hanya satu, yakni UU Penataan Ruang (Nomor 26 tahun 2007), karena tata ruang yang menjadi dasar. 

Tanpa mengacu pada tata ruang, semuanya menjadi kacau. UU tata Ruang juga sudah menjelaskan bahwa kegiatan migas masuk dalam kegiatan strategis sehingga perlu adanya perlakuan lex specialis. 

Kepala Humas SKK Migas, Taslim Z Yunus menyampaikan, perolehan izin kegiatn hulu migas perlu dipermudah. Apalagi untuk kegiatan eksplorasi yang bertujuan mencari cadangan-cadangan migas baru dan memakan waktu lama. 

Untuk mempercepat proses perizinan tersebut, SKK Migas mengusulkan mengurangi pintu perizinan, menyederhanakan dan mempercepat tata waktu lewat pembentuka cluster perizinan. Tiga cluster itu meliputi kelompok perizinan taat ruang; kelompok perizinan lingkungan, keselamtan dan keamanan; kelompok perzinan penggunaan sumber daya dan infrastruktur lainnya. 

Kedepan pihak yang mengurus semua perizinan adalah SKK Migas yang nantinya akan langsung diserahkan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) untuk mendapat persetujuan. 

“Semoga usulan ini bisa menjadi solusi” ujar Taslim.

Melalui pemahaman dan persepsi yang sama dari seluruh pihak terkait penyederhanaan izin ini, kegiatan usaha hulu migas diharapkan bisa memberikan kontribusi maksimal dalam menjalankan fungsinya sebagai penopang perekonomian dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahterahan rakyat Indonesia.(p/mk)